![]() |
Oleh: Ahmad Toni Fatoni |
BADAN ADHOC menempati
posisi penting sebagai aktor penentu pada Pemilu atau Pilkada yang
berintegritas.
Di tangan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), integritas pemungutan
dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dipertaruhkan.
Akankah
menjadi ruang mengkonversi suara rakyat menjadi kursi jabatan publik, atau
menjadi ajang bagi oknum untuk bermain curang.
Di perhelatan
Pilkada, salah satu contoh tahapannya adalah verifikasi faktual atas dukungan
calon perseorangan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dapat menjadi dua mata
pisau yang sama-sama tajam dan menentukan berhenti atau melanjutkan kandidasi
calon perseorangan.
Sementara,
kinerja badan adhoc panitia pemutakhiran data pemilih, apakah daftar
pemilih yang dihasilkan mutakhir, valid dan komprehensif ataukah sebaliknya. Tidak
valid (amburadul) dengan pemilih yang tidak memenuhi syarat.
Sebagai
organ yang menjadi garda terdepan KPU, badan adhoc merupakan wakil KPU
di ranah akar rumput.
Kinerja
KPU akan berjalan baik, jika badan adhocnya bekerja profesional, mandiri
dan penuh integritas.
Pertanyaanya,
bagaimana badan adhoc selama ini ? Apakah ia mampu dan telah mengambil
peran ideal dalam menopang tegaknya integritas, kemandirian dan profesionalisme
KPU?
Komisi
Global untuk Pemilihan Umum, Demokrasi dan Keamanan mendefinisikan integritas
pemilu sebagai pemilu yang berdasarkan atas prinsip demokrasi dari hak pilih
universal dan kesetaraan politik seperti yang tercermin pada standar
professional, tidak memihak dan transparan dalam persiapan dan pengelolaanya
melalui siklus pemilu.
Tantangan
utama integritas Pemilu/Pilkada di atas, terdapat unsur penyelenggara yang
berkompeten dan mendapatkan kepercayaan publik yang layak.
Kompetensi
penyelenggara merupakan syarat mutlak berjalan dan suksesnya Pemilu/Pilkada.
Secara
umum penyelenggara pemilu merupakan lembaga yang bertanggungjawab untuk
mengelola elemen-elemen essensial pelaksanaan Pemilu/Pilkada seperti menentukan
siapa yang berhak memilih, menerima pendaftaran dan melakukan validasi terhadap
calon peserta Pemilu/Pilkada, melaksanakan pemungutan suara, menghitung hasil
suara dan melakukan hasil tabulasi suara.
Catatan
penting yang menjadi perhatian dari beberapa Pemilu dan Pilkada, khususnya pada
pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara;
Pertama,
rendahnya
minat masyarakat untuk menjadi petugas adhoc penyelenggara pemilu
disejumlah tempat.
Sehingga
harus ada perpanjangan waktu disebabkan hari ini semua syarat pendaftaran harus
menggunakan aplikasi (SIAKBA) atau karena sebab lain.
Yaitu
kegagalan meyakinkan masyarakat untuk terlibat aktif sebagai penegak demokrasi
di tingkat lokal.
Konsekuensinya
akan menyulitkan KPU kabupaten/kota untuk memilih personil yang ideal.
Kedua,
macetnya
regenerasi personalia KPPS pada sejumlah TPS. Masih ditemukan penyelenggara
(orang) lama yang kadang bertahan dengan mindset lama.
Sementara
faktanya telah banyak perubahan dalam peraturan teknis di TPS dari pemilu ke
pemilu.
Persoalan
ini sesungguhnya sudah diupayakan solusinya dengan pembatasan periodesasi
penyelenggara badan adhoc. Maksimal 2 periode pemilu dalam jabatan yang
sama.
Ketiga,
minimnya
pemahaman dan keahlian penyelenggaraan pemilu. Menjalankan proses pemungutan
suara mungkin bukan perkara terlalu sulit bagi KPPS.
Namun
kerumitan terletak pada proses penghitungan suara yang mengharuskan KPPS
menuangkan ke dalam lembar-lembar formulir.
Kurangnya
pemahaman dan keahlian serta ditambah faktor kelelahan berpotensi mengurangi
akurasi penulisan.
Kondisi
ini menimbulkan konsekuensi yang tidak ringan. Mulai dari koreksi terhadap
berita acara tingkat TPS, tuntutan untuk membuka kotak suara hingga sakwasangka
saksi yang menuduh terjadinya manipulasi.
Akhirnya,
akan tumbuh ketidakpercayaan peserta Pemilu/Pilkada terhadap proses yang sedang
berjalan berikut hasilnya dari level bahwa sampai tingkat pusat.
Keempat,
kurangnya
perhatian kepada kelompok rentan terkait aksebilitas pada proses pemungutan
suara di TPS bagi disabilitas maupun treatment KPPS terhadap difabel dalam
menggunakan hak pilih dan tidak boleh sedikitpun haknya dikurangi.
Karena
pengabaian pelayanan kepada kelompok rentan sama artinya dengan mengingkari
asas pemilu yang umum dan non diskriminatif.
Upaya
perbaikan pada proses rekrutmen penyelenggara adhoc pemilu dapat disebut
sebagai langkah pertama dan hulu persoalan yang harus dibenahi.
Ruang-ruang
partisipasi mestinya dibuka selebar mungkin agar semakin luas kesempatan orang
untuk terlibat.
Rendahnya
minat boleh jadi karena ruang ini sebagian masih dibiarkan tertutup.
Di
luar itu, salah satu yang wajib dihadirkan oleh badan adhoc adalah
mindset melayani pemilih.
Karena
KPPS adalah wakil KPU untuk memberikan pelayanan tanpa cela kepada pemilih
bukan kepada kepentingan kelompok.
Ia
harus memahami secara utuh apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, dan
peka terhadap kondisi di TPS.
Salah
satunya adalah kelompok masyarakat yang rentan tidak dapat pelayanan optimal. Maka
sejak awal sudah dihitung dan diantisipasi pemenuhannya.
Jika
mindset melayani sudah tertanam dengan kuat , tidak aka nada lagi keluhan
petugas atas kesulitan yang dialami karena semuanya berorientasi untuk
menyelesaikan melalui pelayanan terbaik.
Penegakan
integritas adalah sikap yang integral dan melekat dalam setiap ketugasan
penyelenggara Pemilu/Pilkada dilevel manapun.
Badan
adhoc yang merupakan representasi KPU di tingkat bawah, membawa tugas
besar untuk menginplementasikannya melalui tahapan yang dijalankan.
Membangun
profesionalisme badan adhoc hingga memiliki kompetensi memadai untuk
menyelenggarakan pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah yang transparan
adalah misi yang harus terus diupayakan dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan
kepercayaan publik yang layak. (*)
Oleh: Ahmad Toni
Fatoni, Ketua
KPU Kabupaten Indramayu 2018-2023
Artikel ini merupakan pendapat atau karya pribadi penulis. Seluruh isi
artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih-Redaksi)
Komentar0